Monday 30 October 2023

Belajar sambal Bermain, Dosen Universitas BSI beri pelatihan Bahasa Inggris dengan Flash Cards bagi Rumah Belajar Mifasol Depok

 Kampus Digital Kreatif Universitas BSI menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat di Rumah Belajar Mifasol, Kota Depok, Jawa Barat, secara luring pada hari Sabtu, 28 Oktober 2023.

Tema yang diangkat dalam kegiatan Pengabdian Masyarakat yaitu “Pelatihan Peningkatan Kosakata Bahasa Inggris Dengan Metode Flash Cards Games”. Kegiatan ini dilakukan kelompok dosen dari Program Studi Sastra Inggris Universitas BSI yang terdiri dari; Fitriyah, Sayyid Khairunas, Octa Pratama Putra, dan Danang Dwi Harmoko. Tidak hanya dosen, pada Pengabdian Masyarakat edisi Semester Ganjil 2023-2024 ini juga menghadirkan 2 mahasiswa/I Program Studi Sastra Inggris UBSI yaitu Talica Azzahra Kusnandar, dan Syahdilla Azzahra Virgianti.

Dr. Fitriyah, selaku Ketua Panitia, menyatakan tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk melatih adik-adik dari Rumah Belajar Mifasol yang rata-rata masih duduk di bangku sekolah dasar untuk bisa menambah kosakata Bahasa Inggris dengan metode yang menyenangkan yaitu Flash Cards.

“Kami berharap dengan pelatihan ini, adik-adik dari Rumah Belajar Mifasol dapat menyukai Bahasa Inggris terlebih dahulu, karena ini adalah pondasi awal. Ketika ketertarikan itu sudah ada maka belajar apa pun akan lebih mudah karena tidak ada beban,” ungkap Fitriyah.

Sementara itu Danang Dwi Harmoko yang biasa disapa Mas Danz, dosen UBSI sekaligus yang menjadi tutor pada kegiatan ini menjelaskan bahwa bermain game juga bisa meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris. Termasuk memperkaya penguasaan kosakata.

“Bermain Flash Cards adalah salah satu metode yang efektif untuk memperkaya kosakata dalam bahasa Inggris, atau bahasa apa pun. Ini adalah pendekatan belajar yang interaktif dan menyenangkan, yang dapat membantu adik-adik mengingat kata-kata dan frasa dengan lebih baik”, jelasnya sebelum mempraktekan bagaimana cara menggunakan Flash Cards.





Lebih lanjut, Mas Danz menjelaskan “meskipun bermain flash cards sangat berguna untuk memperkaya kosakata bahasa Inggris, membaca buku-buku atau teks berbahasa Inggris, mendengarkan lagu berbahasa Inggris, atau pun menonton film-film berbahasa Inggris juga bisa dilakukan. Yang paling penting adalah konsistensi dan kesabaran dalam belajar bahasa Inggris. Itu ya adik-adik,” tambahnya.

Walaupun acara berlangsung selama 2 jam, peserta tetap terlihat bersemangat dan antusias dalam mengikuti arahan tutor. Setelah menerima materi dari dosen UBSI, peserta diajak untuk bermain game dan berkesempatan mendapatkan doorprize. Mereka tampak tertarik dan banyak yang aktif mengajukan pertanyaan.

“Kami melihat anak-anak mempunyai semangat baru dalam belajar bahasa Inggris, karena mereka bisa belajar banyak hal yang menyenangkan,” ucap Siska selaku koordinator Rumah Belajar Mifasol.

Ia dan tim berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi anak-anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa yang ada di Rumah Belajar Mifasol kelak.

“semoga apa yang telah diberikan oleh Bapak dan Ibu dari kampus Universitas BSI dapat bermanfaat bagi kami Rumah Belajar Mifasol,” tutupnya. [SKH]

Thursday 23 February 2023

Ketika Nasi Sudah Menjadi Bubur

 Teringat akan sebuah kalimat bijak, "Orang bisa jatuh bukan karena batu besar, melainkan kerikil kecil".


Kerikil kecil telah membuat jatuh? Tidak masalah. Semua orang di luar sana juga pernah jatuh dengan kerikil lainnya. Hanya saja, pilihan kembali pada diri sendiri; mau bangkit, berdiri dan maju atau malah diam, menyesal dan mengasihani diri. Pengalaman terjatuh karena masalah yang ringan justru menjadi momen penting yang mengajarkan kita untuk tidak lagi menyepelekan atau menganggap remeh hal-hal kecil dalam segala sendi kehidupan.

Nasi sudah menjadi bubur? Tidak masalah. Sisi positifnya, masih ada kesempatan bagi kita untuk berkreasi mengolah "bubur" itu menjadi bubur yang nikmat dan ajiiiibbb.

Monday 16 January 2023

Dosen Sastra Inggris UBSI Beri Pelatihan Korespondensi Bahasa Inggris kepada Pelaku UMKM Kota Bogor

Dosen Sastra Inggris Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) beri pelatihan English Business Correspondence pada pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) kota Bogor. Dosen Program Studi Sastra Inggris Universitas BSI melakukan kegiatan Pengabdian Masyarakat dengan tema “Pelatihan English Business Correspondence kepada pelaku UMKM Kota Bogor”. Kegiatan ini berhasil terlaksana berkat kerjasama antara pihak Program Studi Sastra Inggris Universitas BSI dengan pihak Dinas KUKM Perdagangan dan Perindustrian (KUKMDAGIN) Kota Bogor yang mewadahi pelaku industri UMKM di wilayah Kota Bogor, pada Sabtu (19/11).

Acara dipimpin oleh pembawa acara Danang Dwi Harmoko dari pihak Universitas BSI dan dibantu oleh Octa Pratama Putra juga 2 orang mahasiswa sebagai panitia. Acara dimulai dengan pembacaan doa terlebih dahulu. Selanjutnya sambutan yang disampaikan oleh Sahdi selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinas KUKM Perdagangan dan Perindustrian (KUKMDAGIN) Kota Bogor. Dilanjutkan dengan sambutan dari perwakilan Universitas BSI yang disampaikan oleh Sayyid Khairunas.

Sayyid Khairunas mengatakan keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan wajib dari 4 kemampuan dasar pembelajaran bahasa Inggris (listening, reading, speaking, writing).

“Keterampilan menulis wajib dikuasai oleh setiap individu yang sedang mempelajari bahasa Inggris ataupun profesi lain,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Rabu (23/11).

Hal ini katanya, menulis merupakan indikator utama penguasaan sebuah bahasa. Jika seseorang mampu menulis dengan baik pada sebuah bahasa maka ia dapat dinyatakan menguasai bahasa tersebut.

“Dosen Sastra Inggris Universitas BSI Kampus Digital Kreatif memberikan materi mengenai English Business Correspondence atau berkorespondensi menggunakan Bahasa Inggris pada pelaku UMKM di wilayah Kota Bogor,” tegasnya.

Mengingat, terangnya kemampuan berkorespondensi bagi seorang pelaku usaha terutama Bahasa Inggris, cukuplah penting. Adanya pelatihan ini membuat peserta sangat antusias pada pelatihan kali ini.

“Peserta mengaku sangat senang dengan diadakannya acara pelatihan Bahasa Inggris karena mereka mampu melatih kemampuan Bahasa Inggris yang telah dipelajari di bangku sekolah maupun kuliah dulu,” katanya.

Sementara itu, Sahdi selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinas KUKM Perdagangan dan Perindustrian (KUKMDAGIN) kota Bogor menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada segenap keluarga besar Universitas BSI terlebih program studi Sastra Inggris yang telah hadir untuk bersilaturahmi sekaligus membagikan ilmu pada pelaku UMKM yang berada dibawah naungan KUKMDAGIN Kota Bogor.

“Semoga apa yang diberikan oleh dosen-dosen dari Universitas BSI bermanfaat bagi peserta pelatihan dan menambah kemampuan Bahasa Inggris yang dimiliki,” ungkapnya.

Ia pun berharap kedepannya kegiatan serupa dapat rutin digelar sehingga kedua belah pihak mampu mendapatkan benefit dari kegiatan yang diadakan.

“Kami sangat berterimakasih kepada dosen program Sastra Inggris Universitas BSI yang telah berkenan menyelenggarakan pelatihan Bahasa Inggris di kantor kami. Jujur kami merasa hal tersebut sangatlah penting di jaman sekarang ini,” tegas Sahdi.

Pada kesempatan ini, materi disampaikan oleh Dr Fitriyah, peserta menyimak dengan cukup antusias. Dalam surat menyurat atau berkorespondensi dengan bahasa inggris ada beberapa jenis surat yang harus diketahui seperti: Sales Letters, Order Letters, Complaint Letters, Adjusment Letters, dan Inquiry Letters.

Meski sebenarnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara surat bisnis berbahasa Inggris dengan yang menggunakan Bahasa Indonesia. Bagian-bagian surat tersebut tetap harus mengandung unsur-unsur pembuatan surat misalnya kop surat atau kepala surat jika memang surat tersebut bersifat formal. Tak lupa pula tanggal, serta alamat penerima surat yang jelas,” terangnya.

Ia juga secara langsung mempraktikan cara membuat surat dalam Bahasa Inggris yang kemudian diikuti oleh para peserta pelatihan dengan seksama. Ia pun berharap pelatihan ini bermanfaat bagi peserta.

“Semoga apa yang disampaikan bermanfaat dan dapat menjadi bekal berharga bagi para pelaku UMKM yang berada di bawah naungan KUKMDAGIN Kota Bogor,” tutupnya.






[Sayyid Khairunas-UBSI]

Thursday 21 April 2022

Mengapa Banyak Orang Indonesia Masih Gagap Berbicara Bahasa Inggris?

Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang banyak dipakai oleh orang di dunia untuk alasan yang berbeda. Bahasa ini juga menjadi bahasa yang dipakai dalam sidang PBB atau pertemuan diplomat para tokoh pemerintah dunia. Meski tidak semua negara berbicara Bahasa inggris, tapi ada yang menjadikan bahasa ini sebagai bahasa resmi kedua mereka, seperti di Malaysia dan Singapura.

Di Indonesia, banyak orang yang fasih atau sekadar bisa bercakap menggunakan Bahasa Inggris. Jika ingin bisa menggunakan bahasa Inggris, terlebih dahulu kita harus mempelajari dan menguasai empat keterampilan berbahasa Inggris yaitu berbicara (speaking), mendengarkan (listening), membaca (reading), dan menulis (writing).

Dari keempat kompetensi tersebut, berbicara merupakan kemampuan yang sering menghadirkan permasalahan bagi masyarakat Indonesia. Banyak orang Indonesia menghadapi beberapa masalah umum dalam berbicara bahasa Inggris.

Masalah pertama yang dihadapi adalah kurangnya rasa percaya diri. Kepercayaan diri masih menjadi momok bagi para pembelajar bahasa Inggris, meskipun telah dipelajari sejak di tingkat sekolah dasar. Beberapa dari mereka mungkin memahami grammar bahasa Inggris dengan sangat baik dan bahkan mendapat nilai tinggi dalam ujian, tetapi keterampilan berbicara mereka sangat buruk.

Alasan utama di balik permasalahan ini adalah masyarakat Indonesia atau bahkan para pembelajar khususnya, masih sering terlalu malu untuk memulai percakapan dengan bahasa Inggris dan takut salah. Ada anggapan orang lain akan menertawakan mereka. Hal ini menyebabkan mereka menghindari berbicara bahasa Inggris di depan orang lain.

Selanjutnya, sebagian besar orang Indonesia masih belum memiliki kosakata bahasa Inggris yang memadai. Hal ini karena semangat membaca mereka yang kecil. Padahal, sangat penting bagi seorang pembelajar untuk membaca teks bahasa Inggris untuk memperdalam kosakata, frase, atau idiom baru.

Hal tersebut membuat mereka sulit untuk mengungkapkan sesuatu akibat perbendaharaan kosakata yang kurang memadai. Faktor lainnya adalah bahasa ini bukan bahasa pertama kita sebagai masyarakat Indonesia. Jadi, tentu saja, jumlah kata bahasa Inggris yang kita miliki dalam kosakata kita tidak pernah cukup jika ingin disamakan dengan penutur asli bahasa tersebut.

Masalah lain yang dihadapi orang Indonesia saat berkomunikasi dalam bahasa Inggris adalah kurangnya latihan. Mereka berpikir bahwa kepercayaan diri mereka untuk berbicara bahasa Inggris rendah dan kosakata bahasa Inggris mereka tidak mencukupi. Hal ini yang membuat mereka kehilangan minat untuk berlatih bahasa Inggris.

Kondisi diperparah dengan lingkungan atau circle mereka yang tidak mendukung. Lingkungan biasanya tidak mendukung mereka untuk sering mempraktikkan bahasa Inggris. Orang lain atau bahkan teman sendiri mungkin berpikir bahwa mereka yang berbicara bahasa Inggris hanya ingin pamer saja.

Akhirnya, karena tidak ingin dianggap si-paling-pinter oleh orang lain di sekitarnya, mereka kembali menggunakan bahasa ibu dalam percakapan sehari-hari. Secara umum, negara lain yang tidak menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua ataupun bahasa resmi di pemerintahan akan banyak menghadapi kendala yang kurang lebih sama seperti yang dialami oleh kebanyakkan masyarakat Indonesia.

Also Posted on: https://www.republika.co.id/berita/ramnzs459/mengapa-banyak-orang-indonesia-masih-gagap-berbicara-bahasa-inggris

 

Thursday 24 March 2022

Karyawan Bappeda Bogor Asah Kemampuan Public Speaking bersama Dosen UBSI

Prodi sastra Inggris UBSI memberikan pelatihan bahasa Inggris kepada karyawan dan karyawati Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kabupaten Bogor.

Kegiatan ini terlaksana berkat kerjasama antara pihak Bappeda Kabupaten Bogor dengan Universitas Bina Sarana Informatika Program Studi Sastra Inggris. 

Inisiator dari pihak Bappeda, Ratu Desy mengungkapkan, bahwa pihaknya secara khusus meminta kepada para dosen di lingkungan Universitas Bina Sarana Informatika untuk memberikan pelatihan bahasa Inggris di area speaking atau conversation. 

"Hal ini dikarenakan akan kebutuhan bagi karyawan-karyawati Bappeda yang sering menggunakan bahasa Inggris ketika akan melakukan kunjungan kerja atau survei ke pihak asing," ujarnya, Senin (21/3/2022).

Octa Pratama Putra, S.S, M.Pd, selaku Ketua Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) mengatakan, pentingnya penguasaan bahasa asing terutama bahasa Inggris untuk menunjang karir di masa depan. 

Ia juga menegaskan agar para karyawan-karyawati di Bappeda Kabupaten Bogor tersebut untuk mampu meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris agar berguna dalam pekerjaan mereka, misalnya melakukan negosiasi dengan pihak asing.

"Jika bapak-ibu menguasai bahasa asing, minimal bahasa Inggris, bapak-ibu dapat dengan baik berkomunikasi dengan pihak lain yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utamanya," lanjutnya.

Meskipun acara pelatihan tersebut berlangsung selama 2 jam, namun peserta terlihat antusias dan bersemangat dalam mengikuti arahan tutor. 

Dr. Fitriyah S.S, M.Si, selaku tutor utama memberikan contoh fenomena sehari-hari dalam mengucapkan kata atau pun kalimat dalam bahasa Inggris yang masih sering salah, namun masih banyak yang tidak sadar. 

"Misalnya, dalam mengucapkan terima kasih yang tidak tepat. Masih banyak yang bilang thanks you, baik dalam ucapan secara langsung maupun status-status di media sosial saat ini. Frase yang benar adalah thank you, ya bapak-ibu, bukan thanks you, jika ingin mengucapkan terima kasih ke lawan bicara kita", ujarnya.

Para peserta pengabdian terlihat sangat antusias menyimak materi yang dipandu oleh tim tutor secara bergantian. Acara berlangsung dengan menarik di mana para peserta sangat aktif untuk bertanya dan berdialog dengan para dosen.


Kegiatan tersebut dilakukan melalui media Zoom, kegiatan ini berlangsung kondusif dan berjalan dengan lancar. Pada kegiatan tersebut juga dibantu oleh sejumlah tutor, di antaranya Sayyid Khairunas, S.S, M.Pd dan Danang Dwi Harmoko, S.S, M.Pd serta dua orang mahasiswi dari Prodi Sastra Inggris, yaitu Riris Nurhayati dan Devitasari Afreilia yang saat ini tengah menyusun tugas akhir.





Tuesday 23 February 2021

Apa itu Filantropi?

 Filantropi berasal dari dua kata Yunani yaitu philos yang artinya cinta dan anthropos yang berarti manusia. Dengan begitu filantropi bermakna cinta pada sesama manusia dalam artian peduli pada kondisi manusia lainnya.


Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia menurut survei lembaga amal Charities Aid Foundation (CAF) dalam laporan World Giving Index 2018. Hal ini tidak lepas dari budaya gotong royong, solidaritas, dan tradisi jimpitan yang hampir ada di semua daerah di Indonesia. Diperkuat dengan nilai-nilai yang mengajarkan  pentingnya beramal dan berbagi kepada sesama aksi filantropi tumbuh subur di Indonesia. Filantropi berasal dari dua kata Yunani yaitu philos yang artinya cinta dan anthropos yang berarti manusia. Dengan begitu filantropi bermakna cinta pada sesama manusia dalam artian peduli pada kondisi manusia lainnya. Aksi filantropi ini kemudian diwujudkan dengan perilaku dermawan dan kecintaan pada sesama. Tradisi filantropi ini sebetulnya sudah ada sejak zaman Yunani dan Romawi Kuno ketika mereka menyumbangkan harta bendanya untuk perpustakaan dan pendidikan. Begitu pula di zaman Mesir Kuno yang mewakafkan tanahnya untuk dimanfaatkan para pemuka agama.

Filantropi Indonesia sendiri dibentuk untuk mendorong sejumlah lembaga filantropi di Indonesia meningkatkan kapasitas dan mendorong potensi filantropi yang diperkirakan mencapai Rp200 triliun. Hingga saat ini dana yang tergalang secara teroganisir masih minim.

Masih minimnya nilai kelolaan dana filantropi di Indonesia karena belum banyaknya dukungan dan kebijakan pemerintah untuk mendorong filantropi di Indonesia, termasuk insentif pajak yang dinilai masih kecil. Saat ini pemerintah masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang sudah sangat lama yaitu UU Penggalangan Uang dan Barang No 9 tahun 1961 sehingga sudah tidak sesuai konteks dan sangat menghambat proses penggalangan dana. Salah satunya aturan fundraising yang harus diperbaharui setiap 3 bulan sekali sehingga sangat merepotkan. Kemudian, aturan mengenai kategorisasi filantropi atau fund raising lokal, regional, dan nasional yang justru sangat membatasi di era digital saat ini. Kedua, aturan mengenai insentif pajak.

Di beberapa negara lain filantropi sangat berkembang karena insentif pajak yang cukup menarik seperti tax exception yaitu pengecualian pajak terhadap sumbangan sebagai objek pajak. Kemdian tax deduction, sumbangan sebagai pengurang penghasilam kena pajak. Jadi sumbangan yang diberikan tersebut, bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak, di negara luar sudah lazim. Di Indonesia sudah ada, tetapi masih terbatas pada zakat, itu pun tidak signifikan hasilnya karena terbatas pada lima bidang saja.

Selain itu, insentif pajak yang diberikan masih kecil yaitu hanya 5 persen, tidak signifikan sehingga tidak banyak orang yang mengklaim. Padahal di negara lain sudah diberlakukan sampai super deduction yaitu pemberian insentif pajak dalam jumlah besar hingga 200 persen, diberikan pada bidang-bidang yang dianggap penting tetapi belum banyak disumbangkan.


Sumber : Filantropi Indonesia


Kebijakan-kebijakan yang belum banyak mendukung tersebut menjadi salah satu penyebab filantropi di Indonesia belum berkembang cukup signifikan. Padahal, dari sisi potensi sangat besar, ditambah dengan sifat masyarakat Indonesia yang dermawan dan senang berbagi. Apalagi saat ini lembaga filantropi di Indonesia sudah berkembang cukup pesat dan profesional. Ditambah dengan munculnya tren filantropi digital yang membuat masyarakat semakin mudah untuk berbagi dengan sistem yang lebih transparan.

"Jika kebijakan-kebijakan dari pemerintah bisa didorong, tentu dana filantropi yang terkumpul dan terorganisir akan semakin besar dan meluas, sehingga berdampak pada pertumbuhan perekonomian bangsa." (Hamid Abidin, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia dikutip dari Bisnis.com.)

Tuesday 10 November 2020

Dunia Virtual

Situasi pandemi yang panjang dengan ketidakpastian yang tidak surut tingkatannya memang menguras energi yang melahkan raga, pikiran juga jiwa. 
Hal itu setidaknya terkonfirmasi dari orang-orang yang berinteraksi dengan saya. Tak hanya orang-orang terdekat seperti keluarga, tetapi juga mahasiswa-mahasiswa saya.

Setiap Senin, saya mengajar di Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) kampus Fatmawati, Jakarta. Ketika ada kesempatan menyampaikan kondisi yang dirasakan saat kuliah virtual, yang nyaris sudah berlangsung satu tahun, konfirmasi itu saya dapatkan.

Sebagian besar mahasiswa kelelahan dan tentunya kewalahan. Bukan semata-mata karena materi kuliah dengan tugas-tugas yang tidak surut, tetapi juga karena situasi "terkurung" yang menyesakkan.

Dari sebagian besar yang kelelahan itu semua menyebut soal kesehatan mental sebagai hal yang mereka khawatirkan. 

Mendapati ini, saya menarik napas dalam-dalam dan berhenti sejenak mengajar. Saya beri ruang mahasiswa melepaskan semua beban dengan mengutarakan. Saya mendengarkan. 

Dengan mengutarakan, beban tidak langsung hilang. Namun, mendengarkan bisa menjadi awal baik untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman. 

Saya diingatkan lagi niat awal saya mengajar. Selain berbagi pengetahuan dan pengalaman, mengajar jadi kesempatan saya untuk menyerap pengetahuan dan pengalaman mahasiswa yang berbeda generasi dengan saya.

Lewat ruang yang terbuka, saya mencoba mendengarkan. Sedikit banyak saya menjadi lebih paham apa mimpi, harapan dan kecemasan mahasiswa yang oleh sejarah diletakkan dalam situasi yang tidak mudah ini di usia yang masih muda.
Karena pemahaman ini, tuntutan perkuliahan tidak saya letakkan tanpa diskusi. Pijakan saya tunggal.

Jika mahasiswa gembira dan merasa senang saat mengikuti kuliah yang sulit sekalipun, maka pembelajaran layak dilanjutkan. Jika tidak, perkara perlu diselesaikan.

Untuk mendapati kepastian ini, di awal kuliah saya selalu bertanya kabar. Di tengah kuliah saya ulangi sambil bertanya soal materi. Begitu juga di akhir kuliah untuk keseluruhan materi.

Saya minta mahasiswa mengirim "reaction" sebagai sinyal untuk saya apakah mereka gembira atau sebaliknya.

Tidak adanya perjumpaan langsung, apalagi hanya terlihat baris nama di layar saat perkuliahan, sulit bagi saya untuk bisa menerka-nerka perasaan mahasiswa.